Jagod Mukwar Narada, Sang Komandan Legendaris Nuba yang Kini Jadi Gubernur RSF Sudan di Kordofan Selatan

 

Wawancara dengan Brigadir Jagod Mukwar Narada yang kini menjadi Gubeenur RSF Sudan di South Kordofan/Nuba Mountains Region mengungkap kisah luar biasa seorang komandan yang tak gentar menghadapi bahaya. Dari pengakuannya jelas terlihat bahwa Ethiopia terlibat secara langsung dalam beberapa konflik di Sudan termasuk pemisahan Sudan Selatan.

Pria asal suku Moro yang lahir pada tahun 1965 ini telah berjuang di Pegunungan Nuba sejak 1989. Ia menjadi saksi hidup dari berbagai pertempuran paling sengit, termasuk pertempuran Tulishi yang legendaris.

Lebih dari sekadar seorang pejuang, Jagod Makwar Narada dikenal karena kecerdasan taktisnya. Pada tahun 1993, ia berhasil melakukan tipu muslihat cerdik yang memberikan waktu berharga bagi SPLA, di saat pasukan mereka kehabisan amunisi untuk menghadapi tentara Pemerintah Sudan.

Saat wawancara dilakukan pada tahun 2006, Jagod adalah komandan di Fourth Front, sebuah unit SPLA di Pegunungan Nuba. Ia memulai kisahnya dari masa muda, saat ia masih menjadi siswa dan anggota Komolo, sebuah gerakan revolusioner yang dilatih secara diam-diam di hutan oleh figur-figur seperti Mubarak al Masha.

Ia bergabung dengan SPLM pada tahun 1987 dan memulai perjalanan panjang ke selatan. Perjalanan ke Itang di Ethiopia memakan waktu tiga bulan dengan berjalan kaki, melewati hutan belantara, sungai, dan padang gurun. Mereka menghadapi kesulitan ekstrem, termasuk kelaparan, kehausan, dan serangan mendadak dari musuh.

Banyak rekannya meninggal atau hilang di tengah jalan. Jagod menggambarkan bagaimana sebagai anak muda mereka terbiasa hidup dari alam, namun kesulitan dalam perjalanan itu benar-benar menguji batas ketahanan mereka. Banyak pejuang terbaik yang gugur selama perjalanan yang berat itu.

Setelah tiba di Ethiopia, mereka menerima pelatihan militer selama hampir satu tahun di Bilfam. Pada tahun 1989, mereka dipersenjatai dan kembali ke Pegunungan Nuba, membawa semangat revolusi dan tekad untuk berjuang bagi rakyat mereka.
Jagod yang saat itu menjabat sebagai Sersan Mayor intelijen, kembali bersama Batalyon Kedua Volcano. Mereka menghadapi pertempuran besar pertama di dekat Danau al Abiad, yang berakhir dengan kekalahan telak di pihak mereka. Banyak prajurit yang mundur, namun Jagod tetap berjuang.

Dengan hanya tiga rekannya yang tersisa, Jagod berhasil menghindari penangkapan dan melarikan diri. Mereka terus melakukan perlawanan dan mendirikan basis di Dar, di mana mereka berhasil mempertahankan diri selama tiga bulan dari pertempuran sengit.

Setelah berbagai pertempuran, Jagod ditugaskan ke Tulushi sebagai komandan intelijen. Di sana, ia dan pasukannya berinteraksi dengan penduduk lokal yang menyambut mereka dengan gembira, memberikan informasi dan perbekalan.

Dengan bantuan penduduk, mereka berhasil melakukan penyergapan terhadap sebuah truk milisi, yang berujung pada pertempuran sengit. Meskipun dalam penyergapan pertama itu mereka hampir terperangkap, Jagod berhasil melarikan diri dan membawa pasukannya ke tempat persembunyian yang lebih aman.

Berita tentang pertempuran ini menyebar dan militer pemerintah mulai memburu mereka. Namun, penduduk lokal dengan cerdas menipu pasukan pemerintah, berpura-pura tidak mengetahui keberadaan para pejuang, sehingga memberikan waktu bagi Jagod untuk bersembunyi.

Selama satu tahun bersembunyi di sekitar Tulushi, mereka berhasil merekrut dan memobilisasi 200 orang. Namun, pergerakan ini memicu serangan balasan dari pemerintah. Pihak pemerintah memanggil dan menangkap para pemimpin suku, membunuh enam dari mereka di depan sebuah masjid.

Peristiwa ini membuat suku-suku lokal semakin yakin untuk mendukung SPLM. Mereka berjuang bersama warga sipil menggunakan senjata tradisional dan berhasil menyembunyikan identitas mereka sebagai tentara, sehingga musuh tidak pernah benar-benar mengetahui keberadaan mereka.

Hingga pada suatu waktu, markas mereka ditemukan dan diserang. Mereka kehilangan amunisi dan barang-barang penting, namun berkat kecerdasan taktis, mereka berhasil merebut kembali perlengkapan mereka dalam penyergapan berikutnya. Kejadian ini membuat warga setempat semakin percaya pada kekuatan SPLA.

Pertempuran Tulishi yang paling dikenal terjadi pada tahun 1992, di mana pasukan pemerintah, yang mencapai 45.000 tentara dan didukung oleh pasukan dari Irak, Iran, dan Pakistan, menyerang mereka dari dua arah.

Pertempuran ini berlangsung selama lima bulan dan sangat brutal. Jagod menceritakan bagaimana mereka harus berjuang tanpa amunisi, obat-obatan, dan bahkan air. Para prajurit yang terluka hanya dirawat seadanya dengan madu.
Mereka bahkan pernah meminum air dari sumur yang diracuni, yang menyebabkan kelumpuhan sementara, namun tidak ada yang meninggal. Meskipun demikian, semangat juang mereka tetap membara.

Akhirnya, mereka berhasil mengalahkan pasukan pemerintah. Mereka merebut banyak senjata, yang digunakan untuk mempersenjatai diri dan merekrut anggota baru, membuat mereka semakin kuat. Berkat pertempuran ini, mereka berhasil menguasai seluruh wilayah.

Pada tahun 1993, Jagod dipromosikan dan diberi tugas untuk memimpin sebuah batalyon. Saat itu, pasukan pemerintah sedang mengumpulkan kekuatan besar untuk menyerang Um Dorein, dan pasukan SPLA hampir kehabisan amunisi.

Menghadapi situasi yang sulit, Jagod mengambil inisiatif untuk menggunakan taktik penundaan. Ia mengirimkan pesan kepada pihak pemerintah, berpura-pura ingin menyerah dan melakukan kudeta terhadap komandannya sendiri, Ismael Khamis.

Strategi ini berhasil menipu pihak musuh, yang menghentikan serangan mereka untuk sementara waktu. Taktik ini memberi waktu bagi SPLA untuk memperkuat posisi dan menerima bantuan logistik, termasuk pasokan amunisi.

Dengan taktik yang berani dan cerdas ini, Jagod berhasil menyelamatkan pasukannya dari kekalahan total. Tindakannya ini memberinya reputasi yang luar biasa, tidak hanya di kalangan teman, tetapi juga di kalangan musuh.

Kisah hidup Jagod Mukwar Narada adalah cerminan dari semangat juang dan kecerdasan yang luar biasa. Ia adalah pahlawan yang terus berjuang demi kehormatan dan kebebasan rakyatnya di Pegunungan Nuba.

No comments