Gerakan Houthi di Yaman kembali menjadi sorotan setelah kabar bahwa mereka tengah mencari figur perdana menteri baru dari wilayah selatan. Langkah ini muncul setelah tewasnya Ahmed al-Rahawi, pemimpin pemerintahan tidak diakui Houthi, dalam sebuah serangan Israel di Sana’a. Kekosongan kepemimpinan itu memaksa Abdul-Malik al-Houthi, tokoh utama kelompok tersebut, segera mencari sosok pengganti.
Sumber dari surat kabar Al-Jumhouriya menyebutkan bahwa upaya perekrutan tokoh dari selatan bukan sekadar pengisian jabatan semata. Ada motif politik yang lebih dalam, yakni keinginan Houthi memperluas basis dukungan di luar kubu tradisional mereka di utara. Selama ini, kelompok tersebut dikenal berakar kuat di Saada dan wilayah sekitarnya.
Dengan merangkul tokoh selatan, Houthi berharap bisa mengurangi resistensi dari wilayah yang kerap menentang kekuasaan mereka. Selain itu, strategi ini dinilai bisa memberi citra lebih inklusif, seakan-akan pemerintahan mereka mewakili seluruh Yaman, bukan hanya kelompok tertentu.
Nama Khaled al-Daini, mantan gubernur Hadramaut, mencuat sebagai kandidat kuat. Al-Daini memiliki rekam jejak panjang di pemerintahan lokal dan dikenal cukup berpengaruh di kawasan selatan. Dukungan dari jaringan politiknya diyakini bisa membantu Houthi membuka pintu baru di wilayah yang selama ini sulit mereka kendalikan.
Selain al-Daini, nama Ghaleb Mutlaq juga disebut-sebut masuk dalam radar. Mantan Menteri Negara itu dinilai punya pengalaman politik serta hubungan yang lebih luas dengan berbagai faksi. Mutlaq dianggap sebagai figur kompromi yang bisa diterima oleh lebih banyak kelompok di Yaman.
Namun, mencari sosok dari selatan bukanlah hal mudah bagi Houthi. Kecurigaan lama terhadap dominasi utara masih melekat kuat di benak banyak tokoh selatan. Mereka khawatir hanya akan dijadikan simbol tanpa benar-benar diberi ruang kekuasaan yang nyata.
Langkah ini juga dipandang sebagai upaya Houthi mengurangi tekanan eksternal. Dengan menampilkan tokoh selatan di pucuk pimpinan, mereka berusaha menunjukkan kepada dunia bahwa pemerintahan mereka lebih representatif. Ini menjadi penting mengingat legitimasi internasional selama ini tidak pernah mereka dapatkan.
Banyak pengamat menilai bahwa keputusan Abdul-Malik al-Houthi mencari perdana menteri dari selatan adalah strategi politik yang penuh risiko. Jika berhasil, Houthi bisa memperluas basis dukungan dan mengurangi potensi perlawanan. Namun, jika gagal, hal itu justru akan memperdalam ketidakpercayaan.
Di sisi lain, keberadaan tokoh selatan di pemerintahan Houthi berpotensi memicu gesekan dengan kelompok separatis yang selama ini menginginkan kemerdekaan penuh untuk Yaman Selatan. Mereka bisa saja menganggap langkah ini sebagai upaya kooptasi yang merugikan perjuangan mereka.
Pertanyaan besar yang muncul adalah apakah tokoh-tokoh selatan seperti al-Daini atau Mutlaq bersedia menerima tawaran tersebut. Bergabung dengan Houthi berarti mengambil risiko besar, baik secara politik maupun keamanan, mengingat konflik bersenjata masih berkecamuk.
Selain faktor internal, dinamika regional juga mempengaruhi.
Meski begitu, bagi Houthi, upaya ini menjadi jalan keluar dari kebuntuan politik setelah kehilangan al-Rahawi. Mereka membutuhkan figur baru yang tidak hanya bisa mengisi jabatan administratif, tetapi juga mampu memperluas legitimasi kelompok.
Kematian al-Rahawi sendiri meninggalkan kekosongan serius di struktur pemerintahan Houthi. Sebagai pemimpin pemerintahan bayangan mereka, ia memainkan peran penting dalam menghubungkan kepentingan politik dengan agenda militer.
Tanpa pengganti yang tepat, risiko instabilitas internal dalam tubuh Houthi bisa meningkat. Inilah yang membuat Abdul-Malik al-Houthi bergerak cepat mencari pengganti, bahkan jika harus merangkul tokoh di luar basis tradisionalnya.
Sejumlah analis menilai langkah ini juga sebagai sinyal bahwa Houthi menyadari batasan kekuatan mereka. Mengandalkan basis utara saja tidak cukup untuk menjaga keberlangsungan kekuasaan dalam jangka panjang.
Dari perspektif politik domestik, langkah ini bisa membuka peluang baru bagi integrasi Yaman, meski dalam kerangka yang masih penuh ketegangan. Tokoh selatan yang duduk di pemerintahan Houthi mungkin bisa menjadi jembatan menuju kompromi yang lebih luas.
Namun, skeptisisme tetap tinggi. Banyak pihak ragu bahwa Houthi benar-benar bersedia berbagi kekuasaan. Pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa kelompok ini cenderung mengendalikan penuh pemerintahan, meskipun melibatkan pihak lain secara simbolis.
Ke depan, keputusan siapa yang akan dipilih sebagai perdana menteri dari selatan akan menjadi ujian besar bagi strategi Houthi. Nama yang dipilih bukan hanya akan menentukan arah politik internal, tetapi juga memengaruhi sikap komunitas internasional.
Bagi warga Yaman sendiri, pergulatan elite politik ini hanya menambah lapisan baru dalam konflik berkepanjangan. Harapan terbesar mereka tetaplah sederhana: hadirnya pemerintahan yang mampu membawa stabilitas dan kemajuan untuk negara.
No comments