Pemerintahan Paralel Sudan Terapkan Aturan Baru Soal Dokumen Identitas


Pemerintahan paralel Sudan di Nyala yang menamakan dirinya Government of Peace and Unity (TASIS) memperkenalkan rancangan peraturan baru terkait penerbitan dokumen identitas dan paspor. Langkah ini dianggap penting untuk mengisi kekosongan pelayanan publik di tengah konflik berkepanjangan sekaligus menjadi sumber pemasukan bagi negara versi Nyala.

Dalam rancangan peraturan yang beredar, pemerintah TASIS menekankan perlunya penerbitan paspor, kartu identitas, dan dokumen status sipil lainnya sebagai bentuk perlindungan terhadap identitas nasional. Mereka menilai, selama perang, banyak warga kesulitan mendapatkan layanan dokumen resmi dari pemerintah pusat.

Peraturan ini juga mengatur standar verifikasi, kontrol pemalsuan, dan tata kelola pencatatan. TASIS menyatakan hal tersebut dilakukan agar dokumen yang diterbitkan tidak hanya berlaku secara administratif di wilayah Nyala, tetapi juga diakui dalam transaksi sosial dan ekonomi sehari-hari.

Meski belum ada tanggal pasti pelaksanaan, rancangan peraturan ini sudah mendapat perhatian luas. Warga di Darfur, khususnya di Nyala, menyambut gagasan tersebut karena banyak dari mereka kesulitan memperpanjang paspor atau mengganti kartu identitas sejak konflik meluas pada 2021.

Selain melayani kebutuhan dasar masyarakat, peraturan ini juga menjadi instrumen untuk memperkuat legitimasi TASIS. Dengan menguasai sektor administratif seperti penerbitan dokumen, pemerintahan paralel itu berharap mendapatkan pengakuan lebih luas di dalam negeri.

Di sisi lain, setiap proses penerbitan dokumen tentu dikenakan biaya meskipun dalam jumlah yang relatif ringan. Dari sinilah TASIS berharap mendapat pemasukan baru bagi kas negara. Pendapatan dari biaya administrasi akan membantu membiayai layanan publik lain yang sedang mereka galakkan.

Pemasukan dari dokumen identitas hanyalah salah satu strategi. Pemerintah paralel Nyala juga menargetkan penerimaan dari pergantian plat kendaraan, izin usaha, hingga pungutan pajak dan retribusi lokal. Semua itu diatur untuk menciptakan sumber keuangan yang stabil bagi mereka.

Tidak berhenti di situ, pemasukan dari bea masuk di perbatasan serta pungutan di pos pemeriksaan (check point) juga dipandang sebagai sumber penting. Langkah ini sekaligus mempertegas kendali TASIS atas jalur logistik di Darfur.

Pengamat menilai kebijakan tersebut mencerminkan upaya nyata TASIS untuk membangun struktur negara paralel yang lengkap. Dengan memiliki kewenangan administratif, fiskal, dan pelayanan publik, Nyala semakin menegaskan posisinya sebagai pusat alternatif kekuasaan di Sudan.

Rencana ini pun mendapat dukungan dari sebagian masyarakat yang telah lama merasa terabaikan oleh pemerintah pusat di Khartoum. Mereka menganggap TASIS memberi alternatif nyata atas pelayanan yang selama ini macet akibat perang.

Kembalinya layanan identitas juga memberi peluang bagi warga untuk lebih mudah bepergian, melanjutkan pendidikan, atau mengurus bisnis di luar wilayah. Dalam situasi konflik, kepemilikan dokumen resmi sangat krusial untuk mobilitas dan perlindungan hak.

Selain itu, dengan adanya sistem pencatatan yang lebih rapi, TASIS berharap dapat memperkuat administrasi kependudukan. Data akurat mengenai jumlah penduduk dan status sipil akan memudahkan dalam penyaluran bantuan maupun perencanaan pembangunan lokal.

Namun, di balik langkah ini terselip strategi politik yang jelas. Dengan menguasai sektor identitas, TASIS berupaya memperkuat kontrol atas masyarakat di wilayahnya sekaligus mempertegas batas administratif terhadap pemerintah pusat.

Tantangan besar tetap menanti. Tanpa pengakuan internasional, dokumen yang dikeluarkan TASIS mungkin hanya berlaku terbatas di wilayah yang mereka kuasai. Ini bisa menyulitkan warganya bila ingin bepergian ke luar negeri atau mengakses layanan internasional.

Meski demikian, langkah ini memperlihatkan arah ambisi TASIS. Mereka ingin menunjukkan kepada dunia bahwa Nyala mampu berfungsi sebagai pusat pemerintahan alternatif yang memiliki sistem pajak, administrasi, hingga pencatatan kependudukan.

Ke depan, keberhasilan kebijakan ini akan sangat menentukan citra TASIS. Bila berhasil memberikan layanan yang efektif, mereka bisa mendapat legitimasi lebih kuat dari masyarakat lokal. Sebaliknya, bila hanya menambah beban ekonomi warga, kebijakan ini bisa berbalik menjadi bumerang.

Dengan begitu, penerapan aturan baru soal paspor dan identitas bukan hanya soal administrasi semata. Ia adalah cermin dari pertarungan legitimasi antara pemerintah pusat di Khartoum dan pemerintahan paralel di Nyala, yang kini berlomba membuktikan siapa yang paling mampu melayani rakyat Sudan.


No comments