Israel Gandeng India Produksi Alutsista, Iran Gandeng Sanaa Yaman


Iran kini menerapkan strategi baru dalam pengembangan industrinya di bidang pertahanan dengan memanfaatkan kawasan-kawasan berbiaya produksi rendah untuk memperluas kapasitas alutsista. Langkah ini mengikuti pola yang sudah lama dijalankan oleh sejumlah negara besar, termasuk Israel, Eropa, Korea Selatan dll, yang sukses menggandeng perusahaan-perusahaan negara-negara dengan buruh murah seperti India untuk memproduksi sistem persenjataan dengan harga lebih terjangkau. 

Dalam laporan media yang berafiliasi dengan Garda Revolusi Iran, disebutkan bahwa teknologi rudal balistik laut buatan Iran kini sudah sepenuhnya tersedia untuk diproduksi oleh pemerintahan sekutu Houthi di Yaman. Lebih menarik lagi, sebagian komponennya disebut dirakit langsung di Yaman melalui fasilitas produksi lokal yang melibatkan tenaga teknisi dalam negeri. Pola produksi seperti ini memungkinkan efisiensi biaya sekaligus percepatan distribusi ke medan tempur.

India menjadi contoh utama keberhasilan skema produksi lintas negara ini. Dalam beberapa tahun terakhir, fasilitas drone di Hyderabad yang dikelola Adani-Elbit sukses memproduksi Hermes 900 untuk Israel. Drone tersebut kini aktif digunakan di berbagai operasi militer dan menjadi bukti bahwa produksi senjata canggih tidak harus terkonsentrasi di dalam negeri asal. Iran melihat peluang serupa di India, khususnya di sektor drone, sistem radar, dan komponen rudal ringan.

Seperti India, Yaman menjadi kawasan yang dipilih Iran untuk membangun basis manufaktur murah. Pemerintahan Houthi di Sana'a membuka peluang produksi mandiri alutsista dengan dukungan teknis dan desain dari Iran. Beberapa jenis rudal anti-kapal, drone intai, dan mortir jarak pendek kini diproduksi di fasilitas skala kecil dan besar di kawasan utara Yaman, dekat wilayah Laut Merah. Hal ini memungkinkan ketersediaan senjata secara cepat tanpa harus melalui jalur pengiriman internasional.
Selain Yaman, Iran juga mempunyai kerja sama dengan negara Afrika seperti Sudan yang memiliki potensi tenaga kerja murah serta infrastruktur manufaktur yang bisa disesuaikan untuk produksi sistem pertahanan ringan.

Negara-negara tersebut selama ini dikenal sebagai lokasi ideal untuk mendirikan fasilitas perakitan kecil tanpa memerlukan investasi besar di awal. Biaya produksi yang rendah membuat harga jual senjata menjadi lebih kompetitif.

Skema produksi lintas negara ini sebenarnya telah menjadi tren global di industri pertahanan. Banyak negara memanfaatkan kawasan berbiaya tenaga kerja murah demi menekan ongkos produksi dan memperluas pasar ekspor. Selain efisien, langkah ini juga mempermudah negara produsen utama mengatur jalur logistik dan distribusi ke berbagai zona konflik atau sekutu regionalnya.

Korea Selatan selama ini menjadi sub kontraktor alutsista buatan Amerika sebelum Seoul memiliki produk buatan lokal 

Israel melihat India sebagai mitra strategis dalam hal teknologi dan infrastruktur manufaktur, sementara Yaman bagi Iran berfungsi sebagai basis produksi lapangan untuk kawasan Timur Tengah. Pengalaman Israel yang sukses memproduksi drone Hermes 900 di India menjadi inspirasi bagi Iran untuk membangun sistem produksi serupa, khususnya di sektor drone kamikaze, rudal balistik jarak pendek, dan sistem elektronik medan tempur.

Menurut sejumlah analis, model produksi seperti ini akan memperluas pengaruh Iran dalam rantai industri pertahanan regional. Dengan mendirikan pabrik di negara ketiga, negara produsen utama bisa memastikan ketersediaan senjata untuk sekutunya sekaligus membuka peluang kerja di kawasan tersebut. Ini juga mempercepat adaptasi teknologi militer lokal tanpa harus bergantung pada jalur pengadaan luar.

Pola produksi melalui subkontraktor luar negeri ini memudahkan pembagian beban biaya riset, pengujian, dan produksi massal. India, Yaman, dan Sudan menawarkan biaya tenaga kerja yang jauh lebih rendah dibandingkan fasilitas di kawasan Teluk atau Eropa, sehingga anggaran produksi bisa dipangkas signifikan tanpa mengorbankan kualitas.

Di India, kemitraan Adani-Elbit menjadi model ideal bagi negara yang ingin mengembangkan kolaborasi serupa di sektor drone dan sistem radar ringan. Sementara itu, fasilitas manufaktur di Yaman difokuskan pada produksi drone pengintai, rudal jarak pendek, dan sistem mortir lapangan. Beberapa teknisi lokal Yaman telah menjalani pelatihan khusus untuk mengoperasikan lini produksi tersebut.

Somalia, Eritrea, Myanmar dll juga masuk dalam radar negara yang ingin mencari sub kontraktor murah.

Dengan biaya operasional yang sangat terjangkau dan posisi geografis strategis di tepi Laut Arab, negara ini dinilai cocok menjadi lokasi perakitan rudal anti kapal dan drone jarak pendek untuk mendukung kepentingan regional Iran di kawasan Laut Merah dan Samudra Hindia.

Selain itu, Sudan menawarkan keuntungan serupa. Negara ini memiliki sejumlah fasilitas manufaktur lama yang dapat dihidupkan kembali dan digunakan untuk produksi senjata sederhana seperti peluncur roket, senapan serbu, dan mortir. Iran yang belakangan mesra kembali dengan Sudan diperkirakan akan memanfaatkan jaringan lama di kawasan ini untuk memperluas lini produksinya.

Langkah-langkah ini memperlihatkan bahwa industri pertahanan modern tak lagi bergantung pada produksi terpusat di dalam negeri. Model subkontrak dan produksi lintas negara menawarkan fleksibilitas, efisiensi biaya, serta kecepatan adaptasi di medan perang. Negara-negara seperti Iran dan Israel telah membuktikan efektivitas pola ini untuk memperkuat kekuatan militernya tanpa harus menggelontorkan anggaran besar di dalam negeri.

Keuntungan utama dari pola produksi ini adalah kemampuan merespons kebutuhan mendesak di medan konflik. Dengan adanya pabrik di negara ketiga, suplai senjata bisa dipenuhi dalam waktu singkat tanpa perlu menunggu pengiriman jarak jauh. Hal ini sangat penting dalam situasi perang gerilya atau operasi skala kecil yang memerlukan senjata secara cepat dan rutin.

Kebijakan ini juga mendorong pertumbuhan industri pertahanan lokal di negara tempat pabrik beroperasi. Tenaga kerja lokal mendapat pelatihan teknis dan pengalaman produksi sistem persenjataan, sementara negara pemilik teknologi tetap mengendalikan desain dan sistem distribusinya. Skema ini menjadi simbiosis strategis yang menguntungkan kedua pihak.

Dalam waktu dekat, Iran diperkirakan akan memperluas model ini ke kawasan lain yang memiliki karakteristik serupa, seperti Eritrea, Djibouti, dan Lebanon. Negara-negara ini memiliki posisi strategis di jalur pelayaran dan potensi buruh murah yang cocok untuk produksi sistem tempur ringan hingga menengah. Jika langkah ini terealisasi, industri pertahanan Iran akan memasuki fase produksi global dengan jaringan manufaktur lintas kawasan.


No comments