Pemerintah baru Suriah dinilai seharusnya bisa menata ulang strategi komunikasinya dengan lebih seimbang. Selama ini, media resmi lebih banyak menyoroti agenda investasi, pameran industri, dan kunjungan pejabat ke luar negeri. Padahal, meski Suriah perlahan sudah membaik di era Presiden Ahmed Al Sharaa, masih ada krisis kemanusiaan khususnya di tengah warga yang belum kembali ke runah dan masih menetap di pengungsian.
Publik menantikan berita yang lebih menyentuh, seperti kepedulian nyata terhadap jutaan pengungsi yang masih bertahan hidup di rumah-rumah hancur atau kamp darurat.
Seharusnya, pemberitaan tentang investasi besar bisa berjalan berdampingan dengan tayangan simbolis penyerahan kunci rumah kepada pengungsi. Langkah itu akan memberi kesan bahwa pemerintah tidak hanya berpikir soal angka ekonomi, tetapi juga kehidupan rakyatnya yang kehilangan segalanya akibat perang panjang.
Media pemerintah juga bisa menampilkan momen penyerahan beasiswa kepada anak-anak pengungsi. Adegan sederhana seperti itu mampu membangun kepercayaan bahwa negara hadir memberi masa depan bagi generasi muda, bukan hanya membicarakan proyek infrastruktur raksasa yang terasa jauh dari kehidupan sehari-hari.
Selain itu, tayangan tentang penyerahan kompensasi bagi keluarga korban konflik juga seharusnya ditonjolkan. Seremoni sederhana di kamp pengungsian, di mana menteri atau pejabat tinggi hadir menyerahkan bantuan tunai atau simbolis, akan menunjukkan sisi kemanusiaan negara yang selama ini kerap diragukan.
Keseimbangan narasi ini sangat penting, khususnya bagi warga yang masih mengungsi di Idlib, Aleppo, dan daerah sekitarnya. Kehadiran pejabat di tengah pengungsi bukan hanya memberi pesan simbolik, tetapi juga bisa mengubah persepsi rakyat terhadap pemerintah yang selama ini dianggap jauh dan dingin.
Media resmi seharusnya juga menayangkan peran militer dalam kehidupan sipil. Tayangan militer yang tidak hanya memegang senjata, tetapi masuk ke desa-desa untuk memperbaiki rumah pengungsi, akan sangat kuat pengaruhnya. Tentara yang membantu memasang atap, membangun sekolah, atau membersihkan reruntuhan bisa menjadi citra baru yang menumbuhkan simpati publik.
Bahkan, momen militer membagikan air minum, membantu anak-anak belajar, atau ikut membangun klinik bisa dijadikan materi liputan utama. Jika ditayangkan secara rutin, masyarakat akan melihat bahwa aparat keamanan tidak lagi sekadar simbol perang, melainkan juga bagian dari solusi sosial.
Meski beberapa konten kreator Suriah masih banyak yang membuat konten kepedulian kepada pengungsi seperti video, pasangan suami istri yang sudah 50 tahun hidup bersama menceritakan kehilangan tiga anggota keluarga akibat konflik. Meski tinggal di kamp pengungsi yang seadanga dengan atap terpal, mereka tetap bersyukur dan ramah menyambut tamu. Kisah ini bisa menjadi potret ketabahan rakyat yang diperkuat dengan kehadiran nyata pemerintah dan pihak yang perduli.
Pasangan itu bertahan hidup dalam suhu ekstrem hingga 50 derajat Celcius, hanya dengan makanan sederhana seperti roti dan yogurt dari desa terdekat. Seandainya kehidupan mereka bisa dipadukan dengan liputan tentang bantuan pemerintah atau militer yang datang memperbaiki rumah mereka, sehingga pesan kemanusiaan lebih terasa nyata.
Pembangunan fasilitas publik seperti sekolah dan klinik juga harus lebih sering ditayangkan bersama kisah warga yang ikut membantu renovasi. Gambar warga bergotong-royong bersama tentara memperbaiki bangunan akan jauh lebih kuat ketimbang sekadar pidato pejabat di acara formal.
Media pemerintah perlu menunjukkan wajah negara yang peduli, bukan hanya ambisius. Menampilkan pejabat yang turun langsung menyapa pengungsi, menyerahkan bantuan, atau sekadar duduk bersama di tenda darurat, akan lebih meyakinkan publik ketimbang konferensi bisnis di hotel mewah.
Keseimbangan ini juga bisa mengikis skeptisisme publik. Banyak kalangan menilai langkah pemerintah selama ini terlalu berat sebelah ke arah pencitraan ekonomi, tanpa menyentuh kebutuhan riil rakyat. Padahal, simbol-simbol sederhana seperti kunci rumah atau buku sekolah bisa menjadi alat politik yang sangat efektif.
Narasi publik juga seharusnya diarahkan untuk memperlihatkan wajah baru militer Suriah. Jika selama ini tentara hanya dikaitkan dengan perang, maka kini saatnya menayangkan sisi humanis mereka. Tentara membangun rumah pengungsi bisa menjadi tayangan televisi yang lebih kuat ketimbang parade senjata di ibu kota.
Cerita rakyat yang penuh kesabaran dan iman juga perlu digabungkan dengan tayangan bantuan pemerintah. Misalnya, pasangan lansia yang menawarkan buah ara dan air kepada pewawancara bisa ditampilkan bersamaan dengan kunjungan pejabat yang memberi mereka bantuan renovasi rumah. Konteks itu akan membuat pesan solidaritas lebih utuh.
Dengan pendekatan ini, pemerintah baru Suriah bisa membangun legitimasi ganda: dari sisi pembangunan ekonomi sekaligus dari simpati rakyat. Tanpa keseimbangan itu, narasi besar hanya akan dianggap jauh dari kenyataan sehari-hari pengungsi.
Keseimbangan juga seharusnya ditopang oleh jadwal rutin. Tidak cukup sekali dua kali, melainkan liputan berkelanjutan tentang pengungsi, sekolah baru, dan klinik yang diperbaiki. Publik akan merasa bahwa pemerintah benar-benar konsisten mendampingi mereka.
Simbol seperti penyerahan kunci rumah atau beasiswa hanya akan bermakna jika dibarengi langkah nyata di lapangan. Karena itu, liputan televisi tentang tentara atau pejabat yang ikut memperbaiki rumah dan klinik akan jauh lebih kuat ketimbang sekadar seremoni singkat.
Pemerintah baru Suriah kini berada di persimpangan. Jika mampu menyeimbangkan narasi publik antara pembangunan besar dan kepedulian kecil, mereka bisa menciptakan citra positif di mata rakyat dan dunia internasional. Namun jika tidak, semua simbol akan berakhir sebagai retorika kosong.
Pada akhirnya, wajah baru politik Suriah seharusnya dibentuk melalui keseimbangan. Antara berita investasi dengan tayangan militer yang membangun, antara pameran industri dengan simbol kunci rumah bagi pengungsi. Hanya dengan cara itu, pemerintah bisa benar-benar merangkul hati rakyatnya yang masih hidup di bawah terpal dan puing-puing.
No comments